Karena menggunakan sistem paket, mahasiswa STAN tak perlu repot-repot mengisi Kartu Rencana Studi (KRS). Cukup jalani kurikulum yang ditetapkan Lembaga. Begitu pula bila mata kuliah baru muncul di pengujung semester dan harus diselesaikan dalam empat hari. Tak perlulah protes, cukup jalani saja.
Sistem
perkuliahan di perguruan tinggi identik dengan Sistem Kredit Semester (SKS).
STAN yang merupakan perguruan tinggi kedinasan juga menerapkan SKS dalam menetapkan
kurikulum. Namun, berbeda dengan perguruan tinggi lain, STAN menggunakan sistem
paket. Artinya, mata kuliah beserta SKS pada tiap semesternya telah ditetapkan dan
dan disosialisasikan kepada seluruh mahasiswa sebelum perkuliahan dimulai. Dengan
demikian, mata kuliah yang dibebankan tiap semester sepenuhnya adalah
kewenangan Lembaga.
Akan
tetapi, masih ada kemungkinan terjadi perubahan kurikulum sehingga ada mata
kuliah yang tidak sesuai dengan paket yang telah disosialisasikan. “STAN ini kan
ubah kurikulum lagi nih. Mungkin akan
ada beberapa kebijakan lagi, apakah mahasiswa yang sekarang mengikuti kurikulum
sekarang atau kurikulum lama. Itu masalah kebijakan,” jelas Fadlil Usman, Kepala
Bidang Akademis Pendidikan Ajun Akuntan.
Fadlil
juga menambahkan bahwa Direktur STAN memiliki kewenangan untuk melakukan
perubahan kurikulum, baik itu menambah mata kuliah, mengurangi mata kuliah, maupun
menukar mata kuliah antar semester. Tentunya perubahan ini harus tetap
memperhatikan ketentuan. Untuk program Diploma I, jumlah SKS yang dibebankan
antara 40 SKS hingga 50 SKS. Sedangkan jumlah SKS yang dibebankan pada program
Diploma III sebanyak 110 SKS hingga 120 SKS.
Kuliah
Borongan Mahasiswa Bea Cukai
Salah
satu pihak yang terkena dampak perubahan kurikulum adalah mahasiswa Bea Cukai
angkatan 24 yang baru menyandang gelar alumni STAN pada Oktober lalu. Mereka
sempat menjalani perkuliahan Hukum Pidana dengan bobot 2 SKS selama empat hari
saja. Padahal lazimnya, perkuliahan untuk mata kuliah tersebut dijalani selama
satu semester. Lebih lagi, perkuliahan tersebut dijalani mulai Minggu (25/10)
sampai dengan Rabu (28/10), sekitar beberapa hari menjelang yudisium.
“Jadi,
satu pertengahan semester itu dihabiskan satu hari setengah. Jadi satu hari full, besoknya setengah hari, sorenya
ujian untuk UTS. Selasanya kuliah full,
Rabunya itu setengah hari, sorenya buat UAS,” tutur Bayu F, alumnus Bea Cukai
angkatan 24.
Berdasarkan
konfirmasi pihak Sekretariat, hal ini terjadi karena adanya kesalahan prosedur dan
adanya perubahan kurikulum. “Kurikulum itu ada, cuma kita masih harus timbang-timbang,
apakah ini masih diperlukan sama mereka atau tidak. Kalau ternyata perlu, ya
kita kasih,” jelas Fadlil.
Setiap
kurikulum spesialisasi Bea Cukai selalu dikomunikasikan dengan Dirjen Bea
Cukai. Jika suatu mata kuliah dianggap penting, maka mata kuliah tersebut dapat
dimunculkan. Tidak hanya Hukum Pidana, tidak tertutup kemungkinan hal serupa
akan terjadi lagi di tahun-tahun berikut, baik bagi spesialisasi Bea Cukai maupun
spesialisasi lainnya.
Salah
satu mata kuliah yang menjadi pertimbangan saat ini adalah Pengelolaan Barang
dan Jasa. “Jadi, bisa saja lulusan sekarang pas
mau lulus, kita kasih seminggu Pengadaan Barang dan Jasa 2 SKS. Begitu udah mau
pengumuman kelulusan, ada satu tambahan khusus Pengadaan Barang dan Jasa. Langsung
ujian. Ada ujiannya dari Bappenas dari lembaga LKPP. Itu bisa saja,” tutup
Fadlil.
[Nuris Dian
Syah/Tendi Aristo]
0 komentar