Saung Udjo yang beralamatkan di jalan
Padasuka No.118 Bandung ini menjadi tempat wisata yang tepat untuk mengenal
budaya sunda. Angklung, arumba, wayang golek, tari topeng, dan heleran
disajikan dalam kemasan pertunjukan rutin yang dilaksanakan setiap sore hari di
panggung Saung Udjo. Udjo Ngalagena (Almarhum) sang pendiri Saung Udjo mendapatkan
piagam kehormatan dari Presiden Republik Indonesia keenam –Susilo Bambang
Yudhoyono- dan mendapatkan anugerah Tanda Kehormatan Bintang Budaya Parama
Dharma pada tahun 2010. Kini perjuangan Udjo dilanjutkan oleh kesepuluh anaknya
yang juga memiliki semangat perjuangan untuk mengembangkan budaya sunda melalui
Saung Udjo.
Masyarakat
Terlibat Aktif
Saung Udjo didirikan tahun 1966 dengan
tujuan untuk melestarikan budaya sunda. Awalnya Saung Udjo merupakan sebuah
Yayasan. Namun seiring tuntutan zaman, Saung Udjo membentuk sebuah Perseroan
Terbatas untuk kebutuhan transaksi bisnis dengan perusahaan besar. Yayasan dan
Perseroan Terbatas Saung Udjo ini melibatkan masyarakat sekitar melalui
perekrutan tertutup. Kriteria dan persyaratan sepenuhnya menjadi kewenangan
Saung Udjo dan lebih diutamakan untuk masyarakat kurang mampu di bidang ekonomi.
“Menurut saya kekuatan pak udjo yang ada sampai saat ini adalah pak udjo memang
menginvolve orang-orang di sekitar
Padasuka. Dan itupun orang-orang yang tidak mempunyai ekonomi yang cukup,”
papar Ria Sawitri, karyawan bagian Public
Relation di Saung Udjo. Saat ini, terdapat 136 karyawan tergabung dalam back office serta 800 orang tergabung sebagai
seniman, petani bambu dan pengrajin angklung. Saung Udjo memberikan fasilitas
pengembangan profesi dengan mengadakan kegiatan seperti pelatihan untuk
seniman, penyuluhan untuk petani bambu, dan pembinaan untuk pengrajin angklung.
Seniman berusia antara 2 tahun hingga
18 tahun mendapatkan pelatihan langsung dari trainer Saung Udjo. Mereka disiapkan
untuk tampil dalam pertunjukkan yang digelar setiap sore hari di panggung Saung
Udjo. Saung Udjo menanamkan sejak dini daily
schedule untuk penampilan budaya sunda. Berapapun jumlah pengunjung,
murid-murid ini tetap tampil di panggung Saung Udjo sebagai bentuk latihan
rutin. Apresiasi yang sangat besar diberikan Saung Udjo kepada murid-murid
dengan memberikan kompensasi berupa beasiswa dan dana untuk menunjang kebutuhan
sekolah.
Bentuk
Tanggung Jawab Sosial
Sebagai bentuk tanggung jawab sosial,
Saung Udjo juga menerapkan CSR (Corporate
Social Responsibility) secara materiil dan nonmateriil. Secara materiil,
Saung Udjo memberikan bantuan ke masyarakat baik mingguan ataupun bulanan dan
diutamakan untuk masyarakat wilayah Padasuka. Sedangkan secara nonmateriil,
Saung Udjo membuka lahan untuk umum misalnya sholat idul fitri, imunisasi,
pemilu, potong korban, bahkan kegiatan dari kecamatan pun juga bisa dilakukan
di Saung Udjo. Selain itu, Saung Udjo juga mensponsori acara-acara yang berbau
kebudayaan. Satu bulan bisa mencapai 50 kegiatan. Hal ini sebagai bentuk
dukungan kepada pihak terkait yang peduli akan budaya sunda. Bentuk sponsor ada
bermacam-macam misalnya pemberian angklung secara gratis, pemberian angklung
plakat dan lainnya yang berhubungan dengan angklung. Bentuk CSR lain, Saung
Udjo juga mengundang masyarakat sekitar untuk menonton secara gratis ke
panggung Saung Udjo secara bergantian. Ada Tim Organizer yang mengatur jadwal
tersebut. Dengan demikian, diharapkan masyarakat sekitar semakin dekat dengan
budaya sunda.
Melewati Masa Kritis dengan Penuh Kebanggaan
Tahun 1998 menjadi tahun kelam bagi Saung Udjo. Tidak
ada tamu yang datang untuk menonton pertunjukan. Kepercayaan masyarakat
terhadap budaya sunda pun semakin luntur. Kondisi ini mendorong Saung Udjo
memikirkan inovasi baru untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat. Akhirnya
muncullah inovasi untuk mengadakan kalaborasi dengan artis Indonesia yaitu
Sherina, Peterpan, dan Ungu. Saat itu lah menjadi awal bangkitnya Saung Udjo
untuk kembali mengenalkan budaya sunda kepada masyarakat. Antusiasme masyarakat
pun semakin besar, terlebih lagi saat angklung dikukuhkan oleh UNESCO (United Nations Education, Scientific, and
Cultural Organization) tanggal 16 November 2010 sebagai warisan budaya asli
Indonesia. Sejak saat itu, pengunjung di Saung Udjo semakin meningkat. Seluruh
pihak yang tergabung dalam Saung Udjo semakin gencar mengenalkan angklung dan
budaya sunda lainnya. Saung Udjo melebarkan pergerakan dengan mengadakan
pertunjukan di luar panggung Saung Udjo. Hingga akhirnya pada tahun 2015, Saung
Udjo diundang UNESCO untuk merayakan Anniversary Saung Udjo ke-49 di Eropa. “Tahun
2015, kita merayakan (anniversary) diundang langsung oleh UNESCO. Diminta untuk
mengadakan konser tradisional angklung di tempat angklung itu dikukuhkan yaitu
di Eropa,” papar Ria. Selama dua minggu, Saung Udjo melakukan tour pertunjukan
di luar negeri dengan mengunjungi Paris, Ukraine, Belanda, Istambul, dan Turki.
Sejumlah 30 seniman Saung Udjo menampilkan pertunjukan angklung dan membawa
nama baik indonesia dihadapan ribuan penikmat seni di beberapa negara.
(Tulisan dibuat dalam rangka penugasan On The Spot Test pegawai bertalenta bidang Jurnalistik dan Media, DJPb, tahun 2016)
0 komentar