oleh :
NURIS
DIAN SYAH
NPM
: 093010003637
PENUTUP
A. Simpulan
Berdasarkan data dan fakta serta pembahasan yang telah penulis uraikan
sebelumnya, diperoleh kesimpulan bahwa perencanaan kebutuhan BMN masih
menimbulkan berbagai permasalahan. KPPN Surabaya I masih perlu melakukan peningkatan
kualitas perencanaan kebutuhan BMN agar mampu meningkatkan kualitas pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi.
Beberapa permasalahan yang telah penulis bahas pada bab sebelumnya dapat
disimpulkan sebagai berikut.
1. Prosedur
penyusunan rencana kebutuhan BMN KPPN Surabaya I masih belum menerapkan
ketentuan yang terkandung pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
226/PMK.06/2011. KPPN Surabaya I menggunakan prosedur yang sederhana sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006.
2. KPPN
Surabaya I memberikan amanah kepada sub bagian umum tepatnya pada urusan rumah
tangga dan pelaporan untuk menyusun rencana kebutuhan BMN. Dalam penerapannya,
KPPN Surabaya I hanya melibatkan beberapa pelaksana sub bagian umum sehingga
dapat menimbulkan suatu pandangan subjektif dalam penentuan kebutuhan BMN.
Pandangan subjektif ini akan berdampak pada perencanaan kebutuhan BMN yang
kurang tepat.
3. KPPN
Surabaya I masih belum dapat melakukan penyusunan rencana kebutuhan BMN secara
tepat. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya revisi DIPA dan revisi POK pada
rencana kebutuhan BMN KPPN Surabaya I tahun anggaran 2012. Setiap tahun KPPN
Surabaya I selalu melakukan revisi terhadap usulan rencana kebutuhan BMN dan
menganggap bahwa revisi merupakan hal yang wajar.
4. Penentuan
usulan rencana kebutuhan BMN KPPN Surabaya I masih kurang tepat. Beberapa
usulan kebutuhan BMN sebenarnya tidak perlu diusulkan karena ketersediaan BMN
masih memadai untuk menunjang tugas pokok dan fungsi KPPN Surabaya I. KPPN
Surabaya I cenderung mengabaikan efektivitas penggunaan BMN. Terdapat beberapa
BMN cenderung idle muncul sebagai akibat ketidaktepatan KPPN Surabaya I dalam
menentukan usulan rencana kebutuhan BMN. KPPN Surabaya I belum dapat menyusun
prioritas kebutuhan sesuai dengan kondisi dan keadaan yang sebenarnya.
5. GKN
I masih belum memiliki peraturan internal yang menjadi dasar hukum mengikat
bagi instansi pemerintah yang menempati lingkungan GKN I. Perizinan penggunaan
BMN dilakukan dengan menggunakan surat yang ditujukan kepada kepala rumah
tangga GKN I. GKN I menindaklanjuti surat tersebut dengan melakukan pembahasan
informal dengan pihak bersangkutan. Akan tetapi, hasil pembahasan dan
persetujuan hak pakai tidak tertuang dalam dokumen resmi. Hal ini menyebabkan
instansi pemerintah di lingkungan GKN I dapat leluasa untuk meminta izin
penggunaan BMN setiap waktu.
6. KPPN
Surabaya I masih belum memiliki perencanaan pasti terkait penggunaan ruangan
tambahan yang diperoleh dari GKN I. KPPN Surabaya I masih terfokus pada
kegiatan renovasi. Anggaran yang digunakan berasal dari sebagian anggaran DIPA
pemeliharaan gedung kantor. Luas yang tercantum dalam kertas kerja RKA-K/L
hanyalah luas ruang operasional KPPN Surabaya I. Faktanya, alokasi anggaran
DIPA pemeliharaan gedung kantor digunakan untuk ruangan tambahan dan juga
ruangan operasional. Selain itu, KPPN Surabaya I juga belum menyusun rencana
tata ruang, BMN yang akan dialihkan, serta kegiatan ataupun program yang akan
dilaksanakan di ruang tambahan tersebut.
7.
Laporan barang kuasa pengguna
semesteran tidak mencantumkan pemisahan perolehan BMN yang berasal dari
pengadaan KPPN Surabaya I, perolehan dari SKPA ataupun hak pakai dari GKN I.
Hal ini dapat menimbulkan kerancuhan bagi pihak lain yang akan melakukan
analisis perolehan BMN. Pemisahan BMN tersebut dapat dijelaskan secara lisan
dan dapat ditunjukkan melalui jenis dokumen perolehan yang berbeda dari
pengadaan KPPN maupun dari SKPA. Sedangkan hak pakai dari GKN I tidak memiliki
dokumen perolehan.
B. Saran.
Sebagai akhir dari laporan ini, penulis
mencoba menyampaikan beberapa saran terkait permasalahan yang muncul di KPPN Surabaya
I selama penulis melaksanakan praktek kerja lapangan. Berikut ini saran yang
dapat penulis sampaikan.
1. KPPN Surabaya I sebaiknya lebih proaktif untuk
memperoleh informasi perubahan peraturan terbaru. Bila perlu dilakukan
koordinasi baik secara internal maupun eksternal agar terdapat kesamaan
persepsi dalam menerapkan peraturan terbaru. KPPN Surabaya I dapat mengkaji
lebih dalam PMK Nomor 226/PMK.06/2011 dan PP Nomor 6 Tahun 2006 sebagai dasar
hukum perencanaan kebutuhan BMN. Perubahan ketentuan dan kebijakan yang
terdapat pada PMK Nomor 226/PMK.06/2011 sebaiknya mendapat perhatian lebih dari
KPPN Surabaya I agar amanah perubahan tersebut dapat tersampaikan sepenuhnya.
2. KPPN
Surabaya I dapat memanfaatkan pertemuan Gugus Kendali Mutu (GKM) untuk
melakukan koordinasi dengan seluruh pegawai KPPN Surabaya I dalam penentuan
usulan rencana kebutuhan BMN. Seluruh pegawai sebaiknya berpartisipasi aktif
untuk memberikan saran, masukan, ataupun tanggapan terkait usulan kebutuhan BMN.
Hal tersebut diharapkan dapat meminimalkan adanya pandangan subjektif dari
beberapa pihak dan dapat meningkatkan kualitas usulan rencana kebutuhan BMN.
3. KPPN
Surabaya I sebaiknya meminimalkan anggapan bahwa revisi merupakan hal yang
wajar. Pegawai KPPN Surabaya I hendaknya mengubah pola pikir agar lebih kritis
dalam menyusun rencana kebutuhan BMN. Pegawai KPPN Surabaya I dapat
memperkirakan kebutuhan BMN tahun mendatang dengan memperhatikan wacana yang
akan terjadi misal SPAN. Selain itu juga dapat memperhatikan penganggaran KPJM
sebagai pedoman memperkirakan kebutuhan BMN. Dengan demikian, KPPN Surabaya I
dapat meminimalkan terjadinya revisi DIPA maupun revisi POK sehingga penyusunan
rencana kebutuhan BMN menjadi lebih akurat.
4. KPPN
Surabaya I sebaiknya lebih memperhatikan optimalisasi penggunaan BMN. KPPN
Surabaya I dapat menentukan kebutuhan BMN dengan memperhatikan ketersediaan
BMN. Apabila BMN yang tersedia masih layak digunakan dan masih mendukung
pelaksanaan tupoksi, KPPN Surabaya I tidak perlu mengusulkan kebutuhan BMN
tersebut. Penggunaan BMN menjadi kurang optimal jika BMN yang tersedia melebihi
jumlah yang sebenarnya dibutuhkan. KPPN Surabaya I sebaiknya menyusun prioritas
kebutuhan BMN yang memang diperlukan. Prioritas tersebut menjadi pedoman KPPN
Surabaya I untuk menentukan kebutuhan BMN yang akan diusulkan ke DJPB pusat.
5. GKN
I sebaiknya menyusun rancangan peraturan yang mengikat seluruh instansi yang
menempati lingkungan GKN I. Peraturan tersebut minimal berupa Standard Operational prosedures (SOP)
agar instansi pemerintah memiliki alur yang jelas untuk memperoleh hak
pakai. Jika diperlukan, peraturan dapat mencantumkan pula syarat dan ketentuan
dalam pemakaian BMN di GKN I misalnya menyerahkan proposal ataupun rencana
penggunaan BMN. Hal ini sangat diperlukan untuk menghindari pemakaian BMN yang
kurang optimal. Dengan demikian, instansi pemerintah bersangkutan dapat
mempertimbangkan terlebih dahulu prioritas kebutuhannya sebelum meminta izin
menggunakan BMN. Hal penting yang tidak boleh terlewatkan, GKN I harus memiliki
dokumen resmi terkait hak pakai BMN sehingga terdapat bukti tegas yang
menunjukkan perizinan resmi dari GKN I.
6. KPPN
Surabaya I sebaiknya menyiapkan rencana penggunaan ruang tambahan. Alternatif
penggunaan BMN harus mempertimbangkan berbagai kondisi yang sedang terjadi
maupun perkiraan yang akan terjadi di KPPN Surabaya I. Selain keperluan seksi
Vera, KPPN Surabaya I harus mampu mengidentifikasi keperluan lain yang dapat
dipindahkan ke ruang tambahan misalnya gudang penyimpanan barang yang tidak
dipakai. Selain itu, KPPN Surabaya I juga perlu memperhatikan kondisi mendatang
misalnya penerapan SPAN yang butuh ruangan untuk tempat pembinaan satker
terkait perbendaharaan. KPPN Surabaya I harus mampu membuat berbagai alternatif
kegiatan yang akan dialihkan di ruang tambahan. Rencana tata ruang dan BMN yang
dialihkan perlu dipertimbangkan sejak sekarang. Hal ini dimaksudkan agar ruang
tambahan tersebut dapat digunakan langsung setelah masa renovasi usai.
7. Laporan
barang kuasa pengguna barang semesteran sebaiknya mencantumkan pemisahan
perolehan BMN di KPPN Surabaya I. Dengan adanya keterangan tambahan tersebut,
pihak berkepentingan akan lebih paham dalam mengamati perolehan BMN. Laporan
barang kuasa pengguna semesteran dapat menjadi rujukan utama yang menampilkan
informasi yang komprehensif tentang barang milik negara.
0 komentar