Sabtu, 09 Agustus 2014

Perencanaan Kebutuhan BMN KPPN SBY 1 (Pembahasan - Analisis Masalah)



TINJAUAN ATAS PERENCANAAN KEBUTUHAN BARANG MILIK NEGARA PADA SATUAN KERJA KPPN SURABAYA I

 
 oleh :
NURIS DIAN SYAH
NPM : 093010003637



PEMBAHASAN


A.    Analisis Masalah
1.      Perencanaan kebutuhan BMN pada KPPN Surabaya I tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.06/2011
Pengelolaan BMN merupakan salah satu bentuk kebijakan baru yang muncul untuk mendukung pelaksanaan reformasi keuangan di Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 menjadi landasan hukum terkait pengelolaan BMN. Peraturan tersebut menjelaskan bahwa perencanaan kebutuhan dan penganggaran merupakan salah satu kegiatan yang terdapat pada pengelolaan BMN. Untuk mewujudkan efisiensi, efektifitas dan optimalisasi perencanaan kebutuhan BMN, kementerian keuangan menerbitkan peraturan tentang perencanaan kebutuhan BMN yaitu PMK Nomor 226/PMK.06/2011.
Berdasarkan pengamatan penulis selama melaksanakan praktek kerja lapangan, KPPN Surabaya I masih belum menerapkan PMK Nomor 226/PMK.06/2011. Pasal 3 ayat (3) PMK Nomor 226/PMK.06/2011 menyatakan bahwa kuasa pengguna barang berwenang dan bertanggungjawab mengajukan RKBMN dan RKTBMN untuk lingkungan kantor yang dipimpinnya kepada pengguna barang. Di lingkungan perbendaharaan negara kementerian keuangan, kepala KPPN merupakan kuasa pengguna barang sedangkan kepala kanwil DJPB merupakan pengguna barang yang berada di suatu wilayah tertentu dan direktur jenderal perbendaharaan merupakan pusat dari pengguna barang. Oleh karena itu, kepala KPPN Surabaya I seharusnya juga memiliki wewenang dan tanggung jawab untuk mengajukan RKBMN dan RKTBMN untuk lingkungan KPPN Surabaya I. Akan tetapi pada faktanya, penyusunan rencana kebutuhan BMN di KPPN Surabaya I hanya sekedar dituangkan dalam usulan belanja modal yang digunakan sebagai dasar penyusunan RKA-K/L.
Berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan, perencanaan kebutuhan BMN pada KPPN Surabaya I dilakukan dengan memperhatikan ketersediaan BMN pada aplikasi SIMAK-BMN kemudian menganalisis kebutuhan BMN dengan mempertimbangkan kondisi KPPN Surabaya I pada saat itu. Hasil penentuan rencana kebutuhan BMN dicantumkan ke dalam usulan belanja modal dan diserahkan kepada kanwil DJPB Jawa Timur yang selanjutnya akan diteruskan ke DJPB pusat. Setelah mendapat persetujuan, usulan tersebut disampaikan kembali kepada KPPN Surabaya I untuk dicantumkan sebagai dokumen pendukung dalam penyusunan RKA-K/L (lihat lampiran II). Usulan belanja modal tersebut akan dijadikan bahan pertimbangan Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) dalam menelaah RKA-K/L. Apabila terdapat kondisi yang menyebabkan terjadinya perubahan prioritas kebutuhan BMN, KPPN Surabaya I dapat melakukan revisi DIPA ataupun revisi POK sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
Berbeda dengan perencanaan kebutuhan BMN yang dilaksanakan oleh KPPN Surabaya I, PMK Nomor 226/PMK.06/2011 menjelaskan bahwa perencanaan kebutuhan BMN dilakukan dengan menyusun RKTBMN dan RKBMN. Penyusunan rencana kebutuhan BMN tahunan diawali dengan menyusun RKTBMN yang dilakukan oleh setiap kuasa pengguna barang yang nantinya secara berjenjang akan disampaikan kepada pengguna barang. Kepala KPPN Surabaya I sebagai kuasa pengguna barang seharusnya menyusun RKTBMN dan menyampaikannya secara berjenjang kepada kepala kanwil DJPB Jawa Timur serta diteruskan kepada direktur jenderal perbendaharaan. Berdasarkan pengamatan penulis, KPPN Surabaya I tidak menyusun RKTBMN melainkan menyusun rencana kebutuhan BMN dalam bentuk usulan belanja modal yang disampaikan kepada kanwil DJPB Jawa Timur.
Berdasarkan pengamatan penulis, KPPN Surabaya I masih berpedoman pada dasar hukum sebelum munculnya PMK Nomor 226/PMK.06/2011. Prosedur perencanaan kebutuhan BMN secara tersirat tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 pasal 9 yang menyatakan bahwa perencanaan kebutuhan BMN disusun dalam RKA-K/L setelah memperhatikan ketersediaan BMN yang ada. Pada pasal 10 disebutkan pula bahwa pengguna barang menghimpun usul rencana kebutuhan barang yang diajukan oleh kuasa pengguna barang yang berada dibawah lingkungannya, untuk selanjutnya oleh pengguna barang disampaikan kepada pengelola barang. Atas dasar usulan tersebut, pengelola barang bersama pengguna barang membahas usul tersebut dengan memperhatikan data barang pada pengguna barang dan/atau pengelola barang untuk ditetapkan sebagai Rencana Kebutuhan BMN (RKBMN). Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara ketentuan PP Nomor 6 Tahun 2006 dengan penerapan penyusunan rencana kebutuhan BMN pada KPPN Surabaya I.

2.      Identifikasi kebutuhan BMN hanya melibatkan beberapa pegawai KPPN Surabaya I
Perencanaan kebutuhan BMN di KPPN Surabaya I dituangkan dalam bentuk usulan belanja modal yang setiap tahunnya disampaikan kepada DJPB pusat melalui kanwil DJPB Jawa Timur. Proses pengajuan usul belanja modal ini berawal dari diterimanya surat sekretaris direktorat jenderal perbendaharaan dengan maksud permintaan kepada KPPN Surabaya I untuk menyusun usulan belanja modal dua tahun ke depan. Proses penyusunan usulan belanja modal ini dilakukan oleh subbagian umum KPPN Surabaya I. Berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan, KPPN Surabaya I melakukan penyusunan usulan belanja modal tanpa keterlibatan langsung pegawai KPPN Surabaya I lainnya. Secara teori, suatu perencanaan seharusnya melibatkan seluruh komponen agar tercapai tujuan bersama. Demikian pula dengan perencanaan kebutuhan BMN, KPPN Surabaya I seharusnya melibatkan seluruh pegawai agar kebutuhan akan belanja modal dapat tercapai sesuai prioritas kebutuhan BMN. Pendekatan anggaran berbasis kinerja seharusnya tercipta prinsip bottom-up dalam perencanaan kebutuhan BMN sehingga peran seluruh pegawai sangat dibutuhkan untuk menunjang terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam pelaksanaan tupoksi KPPN Surabaya I.
Prosedur penyusunan rencana kebutuhan BMN dalam lingkup internal KPPN Surabaya I dilakukan dengan menggunakan aplikasi SIMAK-BMN. Pelaksana sub bagian umum pada urusan rumah tangga dan pelaporan meneliti ketersediaan BMN KPPN Surabaya I melalui aplikasi SIMAK-BMN dan mengamati kebutuhan BMN sesuai dengan kondisi KPPN Surabaya I. Kemudian pelaksana tersebut menyampaikan hasil perumusan rencana kebutuhan BMN kepada kepala sub bagian umum yang nantinya akan diteruskan ke kepala KPPN Surabaya I untuk mendapatkan persetujuan. Usulan rencana kebutuhan BMN yang telah disepakati secara internal ini dituangkan dalam bentuk usulan belanja modal dan disampaikan ke pengguna barang seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Berdasarkan pengamatan penulis, penyusunan rencana kebutuhan BMN KPPN Surabaya I tidak melibatkan seluruh pegawai sub bagian umum sehingga dapat menimbulkan suatu pandangan subjektif dalam penentuan kebutuhan BMN. Pandangan subjektif ini akan berdampak pada perencanaan kebutuhan BMN yang kurang tepat.
Untuk memperoleh perencanaan kebutuhan BMN yang tepat, KPPN Surabaya I memerlukan peran aktif dari pegawai lainnya. Saran dan masukan dari berbagai pihak dapat dijadikan sebagai referensi penting dalam penyusunan rencana kebutuhan BMN. Berdasarkan fakta KPPN Surabaya I, keterlibatan pegawai lainnya dilakukan dengan obrolan informal untuk menanyakan tentang saran dan masukan terhadap kebutuhan BMN. Menurut penulis, prosedur ini belum mampu menghasilkan perencanaan kebutuhan BMN yang tepat karena saran dan masukan tersebut masih memungkinkan terjadi pandangan subjektif bagi pihak tertentu.

3.      KPPN Surabaya I kurang tepat dalam menyusun usulan rencana kebutuhan BMN
Perencanaan kebutuhan BMN merupakan kegiatan awal yang dilakukan dalam pengelolaan BMN dan sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan kegiatan lainnya. KPPN Surabaya I setiap tahun selalu menyusun rencana kebutuhan BMN yang diajukan melalui usulan belanja modal sebagai pertimbangan dalam penyusunan RKA-K/L. Berdasarkan pengamatan penulis, KPPN Surabaya I masih belum mampu menyusun rencana kebutuhan BMN dengan tepat. Setiap tahun KPPN Surabaya I melakukan perubahan terhadap rencana kebutuhan BMN. Perubahan tersebut dilakukan dengan menggunakan revisi DIPA ataupun revisi POK terkait perubahan belanja modal pada kertas kerja RKA-K/L. KPPN Surabaya I menganggap revisi yang terjadi selama ini merupakan hal yang wajar karena perencanaan merupakan perkiraan terhadap masa yang akan datang dan dalam pelaksanaannya sangat dimungkinkan terjadi penyesuaian terhadap kondisi saat ini. Menurut pendapat penulis, anggapan wajar terhadap revisi ataupun perubahan kebutuhan BMN justru akan membentuk pola pikir yang kurang kritis terhadap rencana kebutuhan BMN dan menimbulkan ketidaktepatan dalam penentuan kebutuhan BMN. Ketidaktepatan ini akan menyebabkan terhambatnya pemenuhan kebutuhan BMN akibat adanya prosedur yang cukup panjang dalam pengajuan revisi hingga persetujuan revisi.
Tahun ini, KPPN Surabaya I mengajukan perubahan rencana kebutuhan BMN pada revisi DIPA ketiga dan revisi POK. Revisi DIPA ketiga dilakukan dengan mengubah belanja modal berupa 1 unit projector menjadi 1 unit PC touchscreen dan 1 unit laptop. Sedangkan revisi POK dilakukan dengan mengubah alokasi output pada pengadaan inventaris pegawai baru dan penggantian inventaris pegawai lama. Menurut penulis, revisi yang terjadi pada KPPN Surabaya I ini merupakan dampak dari penyusunan rencana kebutuhan BMN yang kurang tepat. Pemenuhan kebutuhan BMN berupa kegiatan pengadaan barang modal seharusnya dilaksanakan pada bulan Maret. Akibat adanya revisi DIPA dan revisi POK, kegiatan pengadaan barang modal ini baru tercapai pada akhir bulan Juni. Hal ini dapat menunjukkan bahwa revisi DIPA ataupun revisi POK memang menjadi penghambat pemenuhan kebutuhan BMN KPPN Surabaya I.
Pengusulan rencana kebutuhan BMN KPPN Surabaya I tahun anggaran 2012 mempertimbangkan perolehan BMN pada tahun anggaran 2011. Berdasarkan data dan fakta yang telah penulis uraikan pada bab sebelumnya, KPPN Surabaya I memperoleh BMN dari anggaran DIPA KPPN Surabaya I, dari anggaran DJPB pusat menggunakan SKPA, ataupun perolehan hak pakai dari GKN I. Seluruh perolehan BMN tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan KPPN Surabaya I. Berdasarkan pengamatan penulis, KPPN Surabaya I masih belum mampu meningkatkan kualitas pelayanan dan menjalankan tupoksi secara optimal. Hal ini didasarkan pada data penilaian anggaran berbasis kinerja pada 34 KPPN percontohan (lihat lampiran III). Data pada lampiran III menunjukkan bahwa KPPN Surabaya I menduduki posisi terendah dan menjadi satu-satunya KPPN percontohan yang menyandang peringkat cukup. Fakta tersebut sangat bertentangan dengan keadaan KPPN Surabaya I yang memiliki sarana dan prasarana memadai. Secara teori, penambahan sarana dan prasarana berbanding lurus dengan peningkatan pelayanan dan optimalisasi pelaksanaan tupoksi KPPN Surabaya I. Akan tetapi pada faktanya, KPPN Surabaya I justru belum menunjukkan adanya peningkatan pelayanan yang signifikan dalam pelaksanaan tupoksinya. Hal ini terjadi akibat adanya penyusunan rencana kebutuhan BMN yang kurang tepat sehingga perolehan BMN KPPN Surabaya I pada tahun anggaran 2011 lalu tidak menghasilkan manfaat yang dapat terlihat nyata dalam peningkatan pelayanan KPPN Surabaya I pada tahun berikutnya.

4.      Penentuan usulan rencana kebutuhan BMN KPPN Surabaya I kurang efisien
Berdasarkan data dan fakta pada bab II, penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan yang muncul salah satunya yaitu penentuan usulan rencana kebutuhan BMN yang kurang efisien. Penulis telah memaparkan secara rinci dalam bentuk tabel dan uraian terkait perolehan BMN tahun anggaran 2011 serta usulan rencana kebutuhan BMN tahun anggaran 2012, tahun anggaran 2013 dan  tahun anggaran 2014. Pada lampiran II, terdapat laporan barang kuasa pengguna semesteran yang mencantumkan kondisi ketersediaan BMN pada KPPN Surabaya I. Ketersediaan BMN tersebut dapat dijadikan dasar untuk menentukan kebutuhan BMN. Berdasarkan pengamatan penulis, KPPN Surabaya I masih belum bisa menentukan usulan rencana kebutuhan BMN secara efisien bila dikaitkan dengan ketersediaan BMN saat ini.
KPPN Surabaya I memiliki P.C sejumlah 52 unit untuk kegiatan operasional pelayanan KPPN Surabaya I. Jumlah tersebut telah ditambahkan dari hasil perolehan P.C unit pada tahun anggaran 2011 lalu. Jika dibandingkan dengan total pegawai yang berjumlah 51 pegawai pada tahun 2011, KPPN Surabaya I memiliki 1 P.C unit yang idle atau menganggur. Hingga Juni 2012, pegawai aktif di KPPN Surabaya I sejumlah 43 pegawai. Oleh karena itu, penulis dapat menemukan beberapa P.C unit yang cenderung menganggur karena jarang digunakan oleh pegawai KPPN Surabaya I. Hal ini dapat menimbulkan penurunan efisiensi penggunaan P.C unit di KPPN Surabaya I. Menurut penulis, KPPN Surabaya I terkesan mengabaikan efisiensi penggunaan P.C unit. Ketersediaan P.C unit idle tidak mendapatkan perhatian lebih dari KPPN Surabaya I. Bahkan setiap tahun KPPN Surabaya I selalu mengusulkan rencana kebutuhan P.C unit sebagai usulan belanja modal.
Tahun anggaran 2012, KPPN Surabaya I menyusun usulan awal belanja modal sebanyak tiga macam belanja modal yaitu 10 unit P.C, 10 unit printer, dan 1 unit proyektor. KPPN Surabaya I menjelaskan bahwa usulan kebutuhan P.C unit dimaksudkan untuk memperoleh P.C unit dengan spesifikasi yang sesuai dengan kebutuhan KPPN Surabaya I. Saat ini beberapa P.C unit masih di bawah standar spesifikasi kebutuhan KPPN Surabaya I. Oleh karena itu, KPPN Surabaya I mengusulkan rencana kebutuhan P.C unit untuk menunjang pelaksanaan tupoksii KPPN Surabaya I. Usulan kebutuhan printer dimaksudkan untuk meningkatkan kegiatan operasional pelayanan KPPN Surabaya I terutama untuk mencetak SP2D, SKPP, kartu pegawai, SKTB dan dokumen penting lainnya. Dengan penambahan unit printer, KPPN berharap dapat mempercepat proses pencairan dana, meningkatkan kualitas pelayanan kepada satuan kerja yang berada di bawah naungannya, serta mengoptimalkan pelaksanaan tupoksi KPPN Surabaya I. Sedangkan kebutuhan projector dimaksudkan untuk keperluan sosialisasi, seminar, ataupun pelatihan yang ditujukan untuk internal KPPN Surabaya I ataupun eksternal yang melibatkan pihak luar KPPN Surabaya I.
Ketiga usulan belanja modal ini disampaikan kepada DJPB pusat melalui kanwil DJPB Jawa Timur. Hasil pembahasan antara DJPB pusat dan DJKN diperoleh informasi bahwa usulan KPPN Surabaya I disetujui satu macam belanja modal yaitu 1 unit projector dengan total anggaran Rp 25.000.000. Usulan tersebut dituangkan dalam kertas kerja RKA-K/L setelah melewati proses penelaahan dari DJA. Ketika tahun anggaran 2012 berjalan, KPPN Surabaya I melakukan perubahan kebutuhan barang modal untuk menyesuaikan kebutuhan KPPN Surabaya I saat ini. Perubahan tersebut melalui prosedur revisi DIPA ketiga dengan mengubah usulan kebutuhan 1 unit projector menjadi usulan 1 unit laptop dan 1 unit P.C touchscreen dengan alokasi anggaran tetap. KPPN menyatakan bahwa prioritas kebutuhan laptop dan P.C touchscreen lebih diutamakan dibandingkan prioritas kebutuhan projector. Usulan kebutuhan laptop dimaksudkan untuk menambah cadangan laptop yang digunakan untuk kegiatan dinas ke luar kota. Sedangkn usulan P.C touchscreen dimaksudkan untuk peningkatan fasilitas pelayanan KPPN Surabaya I sehingga satuan kerja KPPN Surabaya I memdapatkan kemudahan untuk memperoleh informasi terkait pelayanan dan tupoksi KPPN Surabaya I.
Menurut penulis, kedua usulan tersebut memiliki prioritas yang sangat berbeda. Usulan laptop masih kurang efisien dibandingkan usulan P.C touchscreen. Berdasarkan laporan barang kuasa pengguna semesteran (lihat lampiran I), KPPN Surabaya I memiliki 6 unit laptop dalam kondisi baik. Laptop tersebut masih layak digunakan dan masih memadai untuk keperluan dinas ke luar kota. Oleh karena itu, KPPN Surabaya I belum saatnya mengusulkan kebutuhan laptop untuk tahun anggaran 2012. KPPN Surabaya sedapat mungkin agar tidak terdapat keperluana dinas ke  luar kota yang melibatkan enam pegawai KPPN Surabaya II secara bersamaan. Hal ini diharapkan agar penggunaan laptop menjadi optimal. Berdasarkan pengamatan penulis selama pelaksanaan PKL, pegawai yang melaksanakan kegiatan dinas ke luar kota rata-rata per hari sekitar dua sampai empat pegawai. Bahkan hari tertentu tidak terdapat pegawai yang melaksanakan kegiatan dinas ke luar kota. Hal ini menunjukkan bahwa ketersediaan laptop yang berjumlah 6 unit masih mencukupi keperluan pegawai. KPPN Surabaya I menambahkan informasi bahwa laptop tersebut direncanakan untuk memenuhi kebutuhan KPPN Surabaya I dalam rangka penerapan mini TLC. Mini TLC merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memberikan pembinaan dan pelatihan khusus bagi satuan kerja yang membutuhkan praktek pemanfaatan teknologi informasi. Kegiatan ini berkaitan erat dengan rencana penerapan SPAN di lingkungan perbendaharaan sehigga satuan kerja pun dituntut untuk mengikuti perkembangan teknologi informasi. Menurut penulis, usulan laptop masih bisa ditunda karena jumlah laptop di KPPN Surabaya I masih berlebih. KPPN Surabaya I dapat mengoptimalkan penggunaan laptop tersebut. Selain itu, kegiatan mini TLC masih berupa rancangan sehingga usulan kebutuhan laptop belum menjadi prioritas utama bagi KPPN Surabaya I. Berbeda dengan usulan laptop, penulis menganggap bahwa usulan P.C taouchscreen sudah layak untuk dijadikan prioritas kebutuhan BMN KPPN Surabaya I. Satuan kerja membutuhkan peningkatan fasilitas terutama untuk kemudahan dalam mendapatkan informasi. Selama ini, satuan kerja memperoleh informasi dari customer service ataupun Front Office. Menurut KPPN Surabaya I, P.C touchscreen dapat digunakan satuan kerja untuk memperoleh informasi terbaru, mengetahui proses pencairan dana, mengoperasikan aplikasi, dan berbagai manfaat yang ada di dalamnya. Hingga Juni 2012, KPPN Surabaya I masih belum memberikan fasilitas P.C touchscreen bagi satuan kerja yang berkunjung. Oleh karena itu, usulan kebutuhan P.C touchsreen memang layak untuk disampaikan kepada DJPB pusat.
Selain revisi DIPA, KPPN Surabaya I juga melakukan revisi POK pada tahun anggaran 2012. Revisi POK dilakukan apabila terdapat perubahan alokasi output dalam satu kegiatan tanpa mengubah anggaran dan jumlah output kegiatan tersebut. Revisi POK harus mendapat persetujuan dari kepala KPPN Surabaya I dan tidak memerlukan persetujuan dari kanwil DJPB. Tahun anggaran 2012, KPPN Surabaya melakukan revisi POK pada belanja modal dan peralatan. Belanja modal dan peralatan terdiri dari dua detil yaitu penggantian inventaris pegawai lama dan pengadaan inventaris pegawai baru. Sebelum revisi POK, alokasi output untuk penggantian inventaris pegawai lama sejumlah 4 unit sedangkan pengadaan inventaris pegawai baru sejumlah 4 unit. Hingga Juni 2012, KPPN Surabaya I menerima pegawai baru sejumlah 1 pegawai. Hal ini menyebabkan perkiraan awal tidak sesuai dengan fakta yang muncul di KPPN Surabaya I. Menyikapi hal tersebut, KPPN Surabaya I mengalihkan 2 alokasi output dari pengadaan inventaris pegawai baru ke penggantian inventaris pegawai lama. Juni 2012, KPPN Surabaya I telah melakukan belanja modal untuk pengadaan inventaris pegawai baru berupa meja kerja pegawai sejumlah 1 unit dan penggantian inventaris pegawai lama berupa kursi hadap pegawai sejumlah 6 unit. Menurut penulis, usulan barang modal tersebut memang layak diadakan karena pegawai membutuhkan BMN tersebut untuk meningkatkan pelaksanaan tupoksi KPPN Surabaya I.
Tahun anggaran 2013, KPPN Surabaya I menyusun usulan tiga macam belanja modal yaitu 5 unit P.C, 2 unit P.C touchscreen, dan 2 unit lemari slidding glass. Seperti yang telah penulis bahas sebelumnya, KPPN Surabaya I selalu mengusulkan P.C unit dalam usulan belanja modal. Usulan tersebut menjadi permasalahan yang seharusnya diperhatikan oleh KPPN Surabaya I agar tidak menimbulkan BMN idle yang semakin banyak. Usulan P.C touchscreen menjadi tindak lanjut dari usulan tahun sebelumnya. Menurut penulis, P.C touchscreen layak untuk diusulkan mengingat adanya rencana penerapan SPAN yang akan direalisasikan tahun 2012. Sedangkan lemari slidding glass juga layak untuk diusulkan karena KPPN Surabaya I membutuhkan lemari tersebut untuk penyimpanan dokumen penting agar lebih tertata rapi. Oleh karena itu, usulan P.C touchscreen dan lemari slidding glass sudah layak untuk disampaikan kepada DJPB pusat sedangkan usulan P.C unit masih perlu dipertimbangkan oleh KPPN Surabaya I.
KPPN Surabaya I mengajukan usulan belanja modal tahun anggaran 2014 dengan total anggaran sejumlah Rp 505.975.000. Jumlah tersebut sangat besar dibandingkan dengan pengusulan belanja modal tahun anggaran sebelumnya. Menurut penulis, KPPN Surabaya I masih belum bisa melakukan efisiensi anggaran. Usulan kebutuhan belanja modal cenderung dilebih-lebihkan dari kebutuhan yang sebenarnya diperlukan oleh KPPN Surabaya I. Rincian usulan belanja modal tahun anggaran 2014 dapat dilihat pada lampiran II.7. Salah satu usulan belanja modal tersebut yaitu P.C unit sejumlah 10 unit. Hal ini semakin menunjukkan bahwa KPPN Surabaya I cenderung mengabaikan efisiensi penggunaan P.C unit. Setiap tahun KPPN Surabaya I memunculkan usulan belanja modal yang sama berupa P.C unit. Bahkan usulan P.C unit ditingkatkan jumlahnya menjadi 10 unit.
Selain itu, KPPN Surabaya I juga mengajukan usul kebutuhan kendaraan dinas yang terdiri dari kendaraan roda 4 sejumlah 1 unit dan kendaraan roda 2 sejumlah 2 unit. Berdasarkan data pada laporan barang kuasa pengguna barang semesteran (lihat lampiran I), KPPN Surabaya I memiliki kendaraan dinas yang terdiri dari kendaraan roda 4 sejumlah 2 unit berupa mini bus dan kendaraan roda 2 sejumlah 3 unit berupa sepeda motor. Kendaraan dinas roda 4 digunakan untuk menunjang kegiatan KPPN mobile yang dilaksanakan secara rutin oleh KPPN Surabaya I setiap bulan. Berdasarkan pengamatan penulis, pelaksanaan KPPN mobile masih belum optimal. Wilayah yang menjadi target pelaksanaan KPPN Mobile merupakan wilayah yang mudah terjangkau sehingga nilai manfaat kegiatan tersebut masih belum bisa dirasakan secara maksimal. Oleh karena itu, KPPN Surabaya I perlu mengoptimalkan penggunaan kendaraan roda 4 untuk memperoleh nilai manfaat yang tinggi. Menurut penulis, usulan kebutuhan kendaraan roda 4 tahun anggaran 2014 dapat dialihkan ke kebutuhan BMN lain yang lebih mendesak. Demikian pula dengan kendaraan roda 2, KPPN Surabaya I masih belum mengoptimalkan penggunaannya untuk menunjang pelaksanaan tupoksi KPPN Surabaya I. Usulan kebutuhan kendaraan roda 2 perlu dipertimbangkan oleh KPPN Surabaya I.
Pengajuan usul kebutuhan printer dicantumkan pada tiga item yang berbeda jenisnya yaitu Printer Dot Matrik sejumlah 3 unit, Printer Colour Laser Jet sejumlah 1 unit, dan Printer Mono Laser Jet sejumlah 4 unit. Berdasarkan laporan barang kuasa pengguna semesteran, terdapat 27 unit printer yang tersedia di KPPN Surabaya I. Laporan tersebut tidak terdapat rincian jenis printer yang tersedia. Berdasarkan pengamatan penulis, printer yang tersedia di KPPN Surabaya I memiliki berbagai jenis printer termasuk jenis printer yang telah penulis sebutkan pada usulan kebutuhan printer tahun anggaran 2014. Setiap seksi dan sub bidang di KPPN Surabaya I terdapat printer lebih dari satu jenis printer. Menurut pengamatan penulis kondisi printer tersebut masih bagus dan layak pakai. Jumlah 27 unit printer dibandingkan jumlah 43 pegawai aktif sudah cukup proporsional. Walaupun volume kerja KPPN Surabaya I dapat dikatakan cukup tinggi dibanding KPPN lain, penggunaan printer sejumlah 27 unit ini masih dapat menunjang kinerja KPPN Surabaya I. Apabila dibandingkan dengan usulan kebutuhan kendaraan dinas, usulan kebutuhan printer ini memang memiliki prioritas yang lebih tinggi. Akan tetapi ketersediaan printer yang melebihi jumlah proporsional yang dibutuhkan KPPN Surabaya I dapat menurunkan efisiensi penggunaan printer. Oleh karena itu, usulan kebutuhan printer perlu dipertimbangkan oleh KPPN Surabaya I agar tidak mengalami penurunan efisiensi penggunaaan seperti P.C unit.
KPPN Surabaya I mengajukan usul kebutuhan kursi layanan sejumlah 15 unit dan kursi tunggu sejumlah 6 unit. Berdasarkan pengamatan penulis saat berada di bagian front office, tidak pernah terjadi penumpukan pengunjung yang menyebabkan kekurangan kursi saat menunggu pelayanan KPPN Surabaya I. Sarana dan prasarana yang tersedia di KPPN Surabaya I dapat dikatakan sudah mencukupi kebutuhan. Menurut penulis, pengajuan usul kebutuhan kursi layanan ataupun kursi tunggu memang diperlukan agar nantinya dapat menampung pengunjung yang diperkirakan akan semakin bertambah sekitar dua tahun yang akan datang. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan adanya wacana yang menyatakan bahwa akan ada standardisasi sarana dan prasarana di KPPN seluruh Indonesia sehingga perlu adanya usulan kebutuhan kursi tersebut guna mendukung rencana standardisasi tersebut.

5.      Hak pakai ruangan GKN I tidak memiliki dokumen resmi sebagai bukti perizinan
KPPN Surabaya I memperoleh hak pakai dari GKN I berupa ruangan operasional pelayanan di lantai IV dan ruangan pertemuan di lantai III. GKN I juga memberikan hak pakai kepada instansi lain untuk menempati ruangan di GKN I. Instansi tersebut antara lain KPP krembangan, kantor wilayah DJPB Jawa Timur, dan KPKNL. Selama ini sering terjadi perpindahan ruangan antar instansi terkait dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi masing-masing.
Tahun 2012, KPPN Surabaya I memperoleh hak pakai ruangan tambahan yang berseberangan dengan ruang operasional pelayanan yang ada di lantai IV. Ruangan tersebut sebelumnya dikuasai oleh kanwil DJPB Jawa Timur yang memperoleh hak pakai dari GKN I. Kanwil DJPB Jawa Timur belum mampu mengoptimalkan penggunaan ruangan tersebut sehingga menyebabkan ruangan cenderung idle atau menganggur. Melihat fakta tersebut, KPPN Surabaya I mempunyai inisiatif untuk mengambil alih hak pakai ruangan tersebut. KPPN Surabaya I mengirimkan surat kepada kepala rumah tangga GKN I perihal izin pemakaian ruangan. Setelah menerima surat tersebut, GKN I, kanwil DJPB Jawa Timur dan KPPN Surabaya I melakukan pembahasan terkait penggunaan ruangan di lantai IV. Akhirnya diperoleh kesepakatan bersama untuk memindahtangankan hak pakai ruangan di lantai IV dari kanwil DJPB Jawa Timur ke KPPN Surabaya I. Hasil kesepakatan tersebut disampaikan secara informal. GKN I tidak menyusun dokumen resmi terkait pemindahtanganan hak pakai ruangan. Hal inilah yang menjadi permasalahan yang muncul dalam pengelolaan BMN di lingkungan GKN I. Selama ini perpindahan instansi pemerintah dari suatu ruangan ke ruangan lain tidak melalui prosedur khusus sehingga bisa meminta izin sewaktu-waktu kepada GKN I. Setiap instansi pemerintah yang menempati ruangan di GKN I tidak memiliki dokumen resmi terkait perizinan hak pakai ruangan. Hal ini sangat rawan terjadi pertentangan jika muncul konflik perebutan hak pakai ruangan..

6.      Ruang Tambahan KPPN Surabaya I Belum Memiliki Perencanaan Pasti
KPPN Surabaya I memperoleh hak pakai ruangan tambahan dari GKN I Ruang tambahan KPPN Surabaya I yang berada di depan ruang operasional KPPN Surabaya I hingga akhir Juni berada dalam tahap renovasi. Dana yang digunakan berasal dari anggaran DIPA KPPN Surabaya I yang tercantum dalam akun belanja pemeliharaan gedung kantor dengan alokasi anggaran sebesar Rp 316.825.000 untuk luas ruangan sebesar 2755 m2 (lihat lampiran IV). Berdasarkan data yang tercantum di kertas kerja RKA-K/L, luas ruangan yang dijadikan dasar penentuan output berasal dari luas ruangan operasional KPPN Surabaya I. Menanggapi hal tersebut, KPPN Surabaya membenarkan hal tersebut dan menambahkan penjelasan bahwa pengalihan objek renovasi gedung dan peralatan yang saat ini terjadi merupakan suatu hal yang wajar dan telah mempertimbangkan berbagai hal terkait kegiatan renovasi ini. Menurut KPPN Surabaya I, pengalihan anggaran untuk renovasi ruang tambahan bukan menjadi suatu permasalahan karena digunakan untuk pemenuhan kebutuhan KPPN Surabaya I. Luas ruang tambahan pun tidak jauh berbeda dengan luas ruang operasional.
Ruang tambahan KPPN Surabaya I direncanakan akan digunakan untuk seksi Verifikasi dan Akuntansi (Vera). KPPN Surabaya I menyatakan bahwa seksi Vera membutuhkan ruangan yang lebih luas agar tercipta suasana ruang kerja yang kondusif. Saat ini seksi Vera menempati ruangan yang sederhana bahkan cenderung kurang memadai jika dibandingkan dengan ruangan dari seksi ataupun ruangan lainnya. Seksi Vera memiliki banyak dokumen yang perlu disimpan. Berdasarkan pengamatan penulis, penyimpanan dokumen seksi Vera diletakkan di tempat yang kurang layak dijadikan tempat penyimpanan misalnya di atas meja pegawai, di kolong meja besar, di atas meja besar, di atas lemari seksi Vera dan juga di dalam lemari Vera. Oleh karena itu, KPPN Surabaya I mengajukan usulan ruangan tambahan yang nantinya akan diutamakan untuk seksi Vera agar ruang kerja menjadi kondusif dan kinerjanya lebih optimal. KPPN Surabaya I belum memiliki rencana pasti terkait penggunaan ruangan tambahan tersebut. Apabila ruangan tersebut nantinya hanya diperuntukkan bagi seksi Vera, menurut penulis, akan menimbulkan ketidakefisienan dalam penggunaannya. Hal ini dapat diamati dari volume kerja seksi Vera yang tidaklah terlalu padat jika dibandingkan dengan seksi lainnya terutama seksi pencairan dana. Beban kerja seksi Vera paling padat pada awal bulan sedangkan di hari-hari berikutnya cenderung lebih sedikit. Oleh karena itu perlu pertimbangan yang lebih mendalam bagi KPPN Surabaya I dalam merencanakan penggunaan ruangan tambahan tersebut. Jika tidak demikian, akan menimbulkan ketidakefisienan penggunaan BMN dan juga ketidakefisienan pengalihan anggaran renovasi gedung.
Hingga akhir masa praktek kerja lapangan, KPPN Surabaya I masih memfokuskan pada renovasi ruangan dan belum memiliki perencanaan lebih lanjut terkait tata ruangan, pengalihan BMN dari ruang operasional, hingga penentuan kebijakan baru penggunaan ruangan tambahan tersebut. KPPN Surabaya I memang belum memikirkan pola tata ruangan tambahan karena terdapat wacana akan ada standardisasi KPPN terkait sarana dan prasarana yang harus dipenuhi oleh KPPN termasuk dalam pola tata ruang. Hal ini juga berkaitan dengan alasan KPPN Surabaya I yang cenderung enggan mengubah tata ruang yang ada di bagian middle office dan back office. Sedangkan pada front office sering dilakukan tata ruang tetapi sebatas perpindahan kursi dan meja pelayanan KPPN Surabaya I serta kursi tunggu satker. Selain itu, belum ada pula rencana pengalihan BMN yang akan diletakkan di ruangan tambahan. Selama PKL berlangsung, penulis memperoleh informasi bahwa AC standing yang ada di ruangan operasional direncanakan akan dipindahkan ke ruangan tambahan. Rencana pengalihan ini dilakukan karena AC standing yang ada di ruang operasional KPPN Surabaya I sudah jarang digunakan sejak adanya AC sentral yang diperoleh dari GKN I sehingga cenderung menjadi BMN idle atau menganggur. Sedangkan pengalihan BMN lainnya masih belum ada pertimbangan lebih lanjut.


7.      Tidak ada pemisahan antara BMN dari pengadaan KPPN Surabaya I, dari SKPA dan dari GKN
KPPN Surabaya I telah melakukan pemenuhan kebutuhan BMN dengan menggunakan anggaran DIPA untuk pengadaan yang dilakukan KPPN Surabaya I, menggunakan anggaran DJPB pusat melalui SKPA dan memperoleh BMN dari pengelola GKN. Semua hasil perolehan BMN tersebut di masukkan ke dalam aplikasi SIMAK-BMN yang ada di KPPN Surabaya I sehingga BMN tersebut dapat diakui secara sah menjadi milik KPPN Surabaya I. Setiap 6 bulan sekali KPPN Surabaya I melaporkan jumlah BMN yang dimiliki melalui laporan barang kuasa pengguna semesteran (Lampiran I). Laporan barang kuasa pengguna semesteran mencantumkan ketersediaan BMN KPPN Surabaya I baik yang masih digunakan maupun yang sudah tidak digunakan. Selain itu dicantumkan pula jumlah unit tiap-tiap item BMN disertai dengan nilai BMN sehingga dapat diketahui keseluruhan nilai BMN yang dikuasai oleh KPPN Surabaya I. Akan tetapi laporan barang tersebut tidak mencantumkan pemisahan perolehan BMN yang berasal dari anggaran DIPA KPPN Surabaya I, dari anggaran DJPB pusat melalui SKPA, ataupun dari perolehan GKN. KPPN Surabaya I menambahkan bahwa pemisahan perolehan BMN juga tidak dilakukan pada pencatatan manual ataupun pada aplikasi SIMAK-BMN. Pemisahan perolehan BMN bisa ditunjukkan melalui jenis dokumen yang berbeda antara dokumen DIPA sebagai dokumen hasil perolehan pengadaan KPPN Surabaya I dan dokumen SKPA sebagai dokumen hasil perolehan dari DJPB pusat sedangkan perolehan dari GKN tidak terdapat dokumen resmi. Menurut penulis, hal ini menjadi suatu permasalahan yang perlu diungkapkan karena ketidakjelasan terhadap perolehan BMN akan menimbulkan kerancuhan dalam mengamati laporan barang kuasa pengguna.

Share this post
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...

0 komentar

:) :-) :)) =)) :( :-( :(( :d :-d @-) :p :o :>) (o) [-( :-? (p) :-s (m) 8-) :-t :-b b-( :-# =p~ :-$ (b) (f) x-) (k) (h) (c) cheer

 
© 2011 PASKUSA
Designed by Blog Thiet Ke
Posts RSSComments RSS
Back to top